Archive for Oktober 2012

Batu Bara

Sabtu, 20 Oktober 2012
Posted by Slamats

Gambar Batu Bara:
Fosil tumbuhan atau yang lebih dikenal dengan nama "batubara" merupakan bahan galian organik padat yang terdapat cukup banyak di Indonesia. Sebelum Perang Dunia kedua meletus, batubara merupakan bahan bakar utama, hal ini dapat dilihat bahwa kapal laut, kereta api dan mesin-mesin industri digerakkan dengan bahan bakar batubara.
Setelah Perang Dunia kedua selesai peranan batubara tergeser oleh minyak, yang pada saat itu mulai didapatkan baik didaratan maupun dilepas pantai. Tersedianya minyak yang melimpah mengakibatkan keberadaan tambang batubara mulai dilupakan diikuti dengan terjadinya revolusi industry dan diciptakannya mesin dengan bahan bakar minyak bumi.
Krisis minyak sebagai akibat terjadinya Perang Teluk pada tahun 1979 menyebabkan berkurangnya persediaan minyak yang berhasil diproduksi oleh negara-negara Timur Tengah, sedang permintaan minyak sebagai bahan bakar di negara industri semakin meningkat. Hal tersebut mengakibatkan kenaikan harga minyak sehingga untuk mengimbanginya orang menengok kembali ke batubara sebagai bahan bakar alternative yang sudah cukup lama dilupakan. Sebagai tindak lanjut negara-negara penghasil batubara mulai aktif kembali melakukan eksplorasi batubara guna mendapatkan deposit batubara yang baru disamping meningkatkan eksploitasi pada deposit-deposit batubara yang telah diketahui.
1. PROSES TERBENTUKNYA BATUBARA
Batubara adalah mineral organik yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba yang mengendap yang selanjutnya berubah bentuk akibat proses fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun. Oleh karena itu, batubara termasuk dalam kategori bahan bakar fosil. Adapun proses yang mengubah tumbuhan menjadi batubara tadi disebut dengan pembatubaraan (coalification).
Faktor tumbuhan purba yang jenisnya berbeda-beda sesuai dengan jaman geologi dan lokasi tempat tumbuh dan berkembangnya, ditambah dengan lokasi pengendapan (sedimentasi) tumbuhan, pengaruh tekanan batuan dan panas bumi serta perubahan geologi yang berlangsung kemudian, akan menyebabkan terbentuknya batubara yang jenisnya bermacam–macam. Oleh karena itu, karakteristik batubara berbeda-beda sesuai dengan lapangan batubara (coal field) dan lapisannya (coal seam).
Pembentukan batubara dimulai sejak periode pembentukan Karbon (Carboniferous Period) – dikenal sebagai zaman batu bara pertama – yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang lalu. Kualitas dari setiap endapan batu bara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai 'maturitas organik'. Proses awalnya, endapan tumbuhan berubah menjadi gambut (peat), yang selanjutnya berubah menjadi batu bara muda (lignite) atau disebut pula batu bara coklat (brown coal).
Batubara muda adalah batu bara dengan jenis maturitas organik rendah. Setelah mendapat pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun, maka batu bara muda akan mengalami perubahan yang secara bertahap menambah maturitas organiknya dan mengubah batubara muda menjadi batu bara sub-bituminus (sub-bituminous). Perubahan kimiawi dan fisika terus berlangsung hingga batu bara menjadi lebih keras dan warnanya lebih hitam sehingga membentuk bituminus (bituminous) atau antrasit (anthracite). Dalam kondisi yang tepat, peningkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus berlangsung hingga membentuk antrasit.
Reaksi pembentukan batubara :
5 (C6H1005) C20H22O4 + 3 CH4 + 8 H2O + 6 CO2 + CO
Cellulosa            lignit       gas metan
6 (C6H1005) C22H20O4 + 5 CH4 + 8 H2O + 6 CO2 + CO
Cellulosa          bitumine   gas metan
Cellulosa (zat organic) yang merupakan zat pembentuk batubara. Unsur C dalam lignit sedikit disbanding bitumine. Semakin banyak unsure C lignit semakin baik mutunya. Unsur H dalam lignit lebih banyak dibandingkan pada bitumine. Semakin banyak unsur H lignit makin kurang baik mutunya. Senyawa CH4 (gas metan) dalam lignit lebih sedikit disbanding dalam bitumine. Semakin banyak CH4 ­lignit semakin baik kualitasnya.

1. KOMPONEN PENYUSUN BATUBARA
Konsep bahwa batubara berasal dari sisa tumbuhan diperkuat dengan ditemukannya cetakan tumbuhan di dalam lapisan batubara. Dalam penyusunannya batubara diperkaya dengan berbagai macam polimer organik yang berasal dari antara lain karbohidrat, lignin, dan sebagainya. Namun komposisi dari polimer-polimer ini bervariasi tergantung pada spesies dari tumbuhan penyusunnya.
a. Lignin
Lignin adalah salah satu komponen penyusun tanaman. Secara umum, tanaman terbentuk dari selulosahemiselulosa, dan lignin. Komposisi bahan penyusun ini berbeda-beda bergantung pada jenis tanaman. Pada batang tanaman, lignin berfungsi sebagai bahan pengikat komponen penyusun lainnya, sehingga suatu pohon bisa bisa berdiri tegak (Seperti semen pada sebuah batang beton.
Berbeda dengan selulosa yang terutama terbentuk dari gugus karbohidrat, lignin terbentuk dari gugus aromatik yang saling dihubungkan dengan rantai alifatik, yang terdiri dari 2-3 karbon . Pada proses pirolisa lignin, dihasilkan senyawa kimia aromatis yang berupa fenol, terutama kresol.
Lignin merupakan suatu unsur yang memegang peranan penting dalam merubah susunan sisa tumbuhan menjadi batubara. Sementara ini susunan molekul umum dari lignin belum diketahui dengan pasti, namun susunannya dapat diketahui dari lignin yang terdapat pada berbagai macam jenis tanaman. Sebagai contoh lignin yang terdapat pada rumput mempunyai susunan p-koumaril alkohol yang kompleks. Pada umumnya lignin merupakan polimer dari satu atau beberapa jenis alkohol.
b. Karbohidrat
Karbohidrat adalah polihidroksi aldehid atau keton atau senyawa yang menghasilkan senyawa-senyawa ini bila dihidrolisa. Molekul karbohidrat terdiri atas atmo-atom karbon, hidrogen dan oksigen. Pada senyawa yang termasuk karbohidrat terdapat gugus –OH, gugus aldehid atau gugus keton. Gula atau monosakarida merupakan alkohol polihirik yang mengandung antara lima sampai delapan atom karbon. Pada umumnya gula muncul sebagai kombinasi antara gugus karbonil dengan hidroksil yang membentuk siklus hemiketal. Bentuk lainnya mucul sebagai disakarida, trisakarida, ataupun polisakarida. Jenis polisakarida inilah yang umumnya menyusun batubara, karena dalam tumbuhan jenis inilah yang paling banyak mengandung polisakarida (khususnya selulosa) yang kemudian terurai dan membentuk batubara.
c. Protein
Protein adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakanpolimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain denganikatan peptida. Molekul protein mengandung karbonhidrogenoksigennitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor. Struktur dari protein pada umumnya adalah rantai asam amino yang dihubungkan oleh rantai amida. Protein pada tumbuhan umunya muncul sebagai steroid, lilin.

d. Resin
Resin merupakan material yang muncul apabila tumbuhan mengalami luka pada batangnya. Resin atau dammar adalah suatu campuran yang kompleks dari ekskret tumbu-tumbuhan dan insekta, biasanya berbentuk padat dan amorf dan merupakan hasil terakhir dari metabolisme dan dibentuk dari ruang-ruang skizogen dan skizolisigen. Secara fisis, resin (damar) ini biasanya keras, transparan plastis dan pada pemanasan menjadi lembek. Secara kimiawi, resin adalah campuran yang kompleks dari asam-asam resinat, alkoholresinat, resinotannol, ester-ester dan resene-resene. Bebas dari zat lemas dan mengandung sedikit oksigen karena mengandung zat karbon dalam kadar tinggi, maka kalau dibakar menghasilkan angus.
e. Tanin
Tanin nama komponen zat organik yang sangat komplek dan terdiri dari senyawa fenolik yang mempunyai berat molekul 500 – 3000, dapat bereaksi dengan protein membentuk senyawa komplek larut yang tidak larut. Tanin dapat dikategorikan sebagai "true artrigen" adalah rasa sepat. Rasa sepat timbul karena kuagulasi dari protein dari protein air liur dan mukosa ephitelium dengan tanin. Tanin atau sesungguhnya lebih tepat disebut asam tanat (tanic acid), monomer dari tanin adalah untuk penyamak kulit. Tanin umumnya banyak ditemukan pada tumbuhan, khususnya pada bagian batangnya.

f. Alkaloida
Alkaloida berasal dari sejumlah kecil asam amino yaitu ornitin dan lisin yang menurunkan alkaloid alisiklik, fenilalanin dan tirosin yang menurunkan alkaloid jenis isokuinolin, dan triftopan yang menurunkan alkaloid indol. Reaksi utama yang mendasari biosintesis senyawa alkaloid adalah reaksi mannich antara suatu aldehida dan suatu amina primer dan sekunder, dan suatu senyawa enol atau fenol. Biosintesis alkaloid juga melibatkan reaksi rangkap oksidatif fenol dan metilasi. Jalur poliketida dan jalur mevalonat juga ditemukan dalam biosintesis alkaloid. Alkaloida merupakan komponen organik penting terakhir yang menyusun batubara. Alkaloida sendiri terdiri dari molekul nitrogen dasar yang muncul dalam bentuk rantai.
g. Porphirin
Porphirin merupakan komponen nitrogen yang berdasar atas sistem pyrrole. Porphirin biasanya terdiri atas suatu struktur siklik yang terdiri atas empat cincin pyrolle yang tergabung dengan jembatan methin. Kandungan unsur porphirin dalam batubara ini telah diajukan sebagai marker yang sangat penting untuk mendeterminasi perkembangan dari proses coalifikasi.
h. Konstituen Tumbuhan yang Inorganik (Mineral)
Selain material organik yang telah dibahas diatas, juga ditemukan adanya material inorganik yang menyusun batubara. Secara umum mineral ini dapat dibagi menjadi dua jenis, yaitu unsur mineral inheren dan unsur mineral eksternal. Unsur mineral inheren adalah material inorganik yang berasal dari tumbuhan yang menyusun bahan organik yang terdapat dalam lapisan batubara. Sedangkan unsur mineral eksternal merupakan unsur yang dibawa dari luar kedalam lapisan batubara, pada umumya jenis inilah yang menyusun bagian inorganik dalam sebuah lapisan batubara.
Daftar Pustaka :


Reaksi-Reaksi Senyawa Hidrokarbon

     Pada senyawa-senyawa hidrokarbon (alkana, alkena, alkuna) dapat terjadi reaksi-reaksi, seperti reaksi oksidasi, reaksi adisi, reaksi substitusi, dan reaksi eliminasi. Pada subbab ini, Anda akan mempelajari reaksi-reaksi tersebut.

1. Reaksi Oksidasi pada Senyawa Hidrokarbon

     Suatu senyawa alkana yang bereaksi dengan oksigen menghasilkan karbon dioksida dan air disebut dengan reaksi pembakaran. Perhatikan persamaan reaksi oksidasi pada senyawa hidrokarbon berikut.

CH4(g) + O2(g) → CO2(g) + H2O(g)

Reaksi pembakaran tersebut, pada dasarnya merupakan reaksi oksidasi. Pada senyawa metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2) mengandung satu atom karbon. Kedua senyawa tersebut harus memiliki bilangan oksidasi nol maka bilangan oksidasi atom karbon pada senyawa metana adalah –4, sedangkan bilangan oksidasi atom karbon pada senyawa karbon dioksida adalah +4.
Bilangan oksidasi atom C pada senyawa karbon dioksida meningkat (mengalami oksidasi), sedangkan bilangan oksidasi atom C pada senyawa metana menurun.

2. Reaksi Substitusi pada Senyawa Hidrokarbon

     Reaksi substitusi merupakan reaksi penggantian gugus fungsi (atom atau molekul) yang terikat pada atom C suatu senyawa hidrokarbon. Pada reaksi halogenasi alkana, atom hidrogen yang terikat pada atom C senyawa alkana digantikan dengan atom halogen. Ketika campuran metana dan klorin dipanaskan hingga 100°C atau radiasi oleh sinar UV maka akan dihasilkan senyawa klorometana, seperti reaksi berikut.

CH4(g) + Cl2(g)       →       CH3Cl(g) + HCl(g)

Jika gas klorin masih tersedia dalam campuran, reaksinya akan berlanjut seperti berikut.
CH3Cl(g) + Cl2(g)     ⎯⎯⎯ →     CH2Cl2(g) + HCl(g)
CH2Cl2(g) + Cl2(g)     ⎯⎯⎯ →     CHCl3(g) + HCl(g)
CHCl3(g) + Cl2(g)     ⎯⎯⎯ →     CCl4(g) + HCl(g)
     Reaksi substitusi tersebut digunakan dalam pembuatan senyawa diklorometana. Jika reaksi dilakukan pada senyawa etana, reaksi akan menghasilkan dikloroetana. Diklorometana digunakan untuk pengelupasan cat, sedangkan triklorometana digunakan untuk dry–clean.

3. Reaksi Adisi pada Senyawa Hidrokarbon

     Jika senyawa karbon memiliki ikatan rangkap dua (alkena) atau rangkap tiga (alkuna) dan pada atom-atom karbon tersebut berkurang ikatan rangkapnya, kemudian digantikan dengan gugus fungsi (atom atau molekul). Reaksi tersebut dinamakan  reaksi adisi. Perhatikan reaksi antara 1-propena dengan asam bromida menghasilkan 2-bromopropana sebagai berikut.



     Hidrokarbon yang memiliki ikatan rangkap dua atau rangkap tiga merupakan senyawa tak jenuh. Pada senyawa tak jenuh ini memungkinkan adanya penambahan atom hidrogen. Ketika suatu senyawa tak jenuh direaksikan dengan hidrogen halida maka akan menghasilkan produk tunggal.
Aturan Markovnikov: adisi asam terhadap alkena yang tak simetri, atom H akan mengikat atom H lebih banyak.

4. Reaksi Eliminasi pada Senyawa Hidrokarbon

     Reaksi eliminasi merupakan reaksi kebalikan dari reaksi adisi. Reaksi eliminasi melibatkan pelepasan atom atau gugus atom dari sebuah molekul membentuk molekul baru. Contoh reaksi eliminasi adalah eliminasi etil klorida menghasilkan etena dan asam klorida.

C2H5Cl(aq) → C2H4(aq) + HCl(aq)

Reaksi eliminasi terjadi pada senyawa jenuh (tidak memiliki ikatan rangkap) dan menghasilkan senyawa tak jenuh (memiliki ikatan rangkap).

Daftar Pustaka :



kimia organik bahan alam

Selasa, 16 Oktober 2012
Posted by Slamats
Kalkon

Struktur  Kalkon :
     Senyawa kalkon merupakan salah satu senyawa flavonoid, yaitu senyawa yang kerangka karbonnya terdiri atas gugus C6-C3-C6. Strukturnya dapat dibedakan dari senyawa flavonoid lain dari cincin C3 yang terbuka (Gambar 1). Kalkon adalah aglikon flavonoid yang pertama kali terbentuk dalam biosintesis semua varian flavonoid melalui jalur prazat dari  alur ‘siklamat’ dan alur ‘asetat malonat’ (Markham, 1998). Kalkon umumnya terdapat dalam tanaman yang termasuk keluargaHeliantheaetribe, Coreopsidinae, dan Compositae (Sastrohamidjojo, 1996).

     Pada struktur senyawa kalkon, subtituen pada 2 cincin aromatis yang mengapit enon akan memberikan pengaruh terhadap elektrofilisitas struktur enon melalui peningkatan ataupun penurunan kerapatan elektron pada cincin aromatis. Adanya gugus pemberi elektron akan menurunkan elektrofilisitas dari cincin enon. Demikian pula sebaliknya, adanya gugus penarik elektron pada cincin c aromatis akan meningkatkan aktivitasnya sebagai agen pengalkil nukleofil biologis dalam biosintesis IL-1 sebagai antiinflamasi (Batt dkk, 1993).

     Senyawa kalkon memiliki aktivitas inhibisi angiogenesis melalui adisi nukleofilik pada gugus enon (Robinson dkk, 2003). Menurut Batt dkk (1993), jembatan enon pada senyawa 2’-kalkon tersubtitusi memegang peranan penting dalam mekanisme aksi inhibitor biosintesis IL-1 karena dapat berperan sebagai agen elektrofilik pengalkilasi. Para agen pengalkilasi memberikan efek sitotoksik melalui transfer alkyl group untuk berbagai konstituen seluler. Alkilasi DNA dalam inti atom mungkin mewakili interaksi utama yang menyebabkan kematian sel (Katzung, 2006).

     Senyawa pengalkilasi dapat membentuk senyawa kationik antara yang tidak stabil, diikuti pemecahan cincin membentuk ion karbonium reaktif. Ion ini bereaksi, melalui reaksi alkilasi, membentuk ikatan kovalen dengan gugus-gugus donor elektron, seperti gugus-gugus karboksilat, amin, fosfat, dan tiol, yang terdapat pada struktur asam amino, asam nukleat dan protein, yang sangat dibutuhkan untuk proses biosintesis sel. Reaksi ini membentuk hubungan melintang (cross-lingking) antara dua rangkaian DNA dan mencegah mitosis. Akibatnya proses pembentukan sel terganggu dan terjadi hambatan pertumbuhan sel kanker (Siswandono dan Soekardjo, 2000)

Isolasi
     Banyak senyawa dari golongan ini yang mudah larut dalam air, terutama bentuk glikosidanya, dan oleh karena itu senyawa ini berada dalam ekstrak air tumbuhan, bahkan senyawa yang hanya sedikit larut dalam air kepolarannya memadai untuk diekstraksi dengan baik memakai methanol, etanol atau aseton dan methanol 80% merupakan pelarut yang sering dipakai untuk ektraksi flavonoid. Pengekstraksian kembali larutan dalam air dengan pelarut organik yang tidak bercampur dengan air tetapi agak polar sering kali bermanfaat untuk memisahkan golongan ini dari senyawa yang lebih polar seperti karbohidrat.

     Etil asetat merupakan pelarut yang baik untuk menangani katekin dan proantosianidin.
Benzena dapat dipakai untuk benzofenon dan stilbutena. Amil alkohol dipakai untuk antosianin.
Butyl alkohol sekunder adalah alkohol yang paling polar yang bercampur dengan air secara tidak sempurna, dan jika ekstrak air dijenuhkan dengan natrium klorida atau magnesium sulfat, pelarut ini sangat baik untuk untuk mengekstraksi senyawa golongan ini.

     Dari segi analisis masa lampau, berbagai pereaksi pengendap telah digunakan untuk senyawa ini. Timbel asetat netral atatu basa terutama dianjurkan. Flavonoid dapat dibebaskan dari endapan timbel dengan menambahkan asam sulfat encer atau hydrogen sulfide, timbel mengendap sebagai timbel sulfat atau timbel sulfide. Pereaksi lainnya adalah asam pikrat, kalium asetat, barium hidroksida, piridina, iterbium asetat dan sebagainya.

     Kromatografi partisi kolom telah digunakan untuk pemisahan senyawa ini, misalnya kolom magnesol atau asam silikat dengan pengelusi etil asetat yang dijenuhkn dengan air atau eter. Alumina terutama berguna dalam pemisahan antosianin yang hanya mempunyai 1 gugus hidroksil bebas pada cincin B dari antosianin yang mengandung 1 atau lebih gugus itu.

     Kolom partisi memakai serbuk selulosa digunakan untuk berbagai polifenol, termasuk antosianin. Kromatografi penukar ion berguna untuk pengikatan senyawa aromatik ke kamar berdasr-polistiserena. Beberapa peneliti menganjurkan pemakaian kolom poliamida untuk memurnikan flavonoid.

Daftar Pustaka





Profesi Keguruan

Senin, 15 Oktober 2012
Posted by Slamats















Kimia Lingkungan ( Eutrofikasi.ppt )

Jumat, 12 Oktober 2012
Posted by Slamats


















Asam semut

Gambar dan Struktur:
Asam format adalah suatu cairan yang tidak berwarna, berbau tajam/menyengat, menyebabkan iritasi pada hidung, tenggorokan dan dapat membakar kulit. Asam format dapat larut sempurna dengan air dan sedikit larut dalam benzena, karbon tetra klorida, toluena, serta tidak larut dalam hidrokarbon alifatik seperti heptana dan oktana. Asam format,   (L. Formica = semut). Terdapat pada semut merah (asal dari nama), lebah, jelantang dan sebagainya (juga sedikit pada urine dan peluh).

     Suatu asam karboksilat adalah suatu senyawa organik yang mengandung gugus karboksil, -CO2H. Gugus karboksil mengandung sebuah gugus karbonil dan sebugah gugus hidroksil. Antar-aksi dari kedua gugus ini mengakibatkan suatu kereaktifan kimia yang unik untuk asam karboksilat. Gugus karboksil bersifat polar dan tidak terintangi, maka reaksinya tidak terlalu dipengaruhi oleh sisa molekul
Sifat kimia dari asam karboksilat adalah keasamannya. Dibandingkan dengan asam mineral seperti HCl dan HNO3, asam karboksilat adalah asam lemah. Namun asam karboksilat lebih bersifat asam daripada alkohol atau fenol, terutama karena stabilisasi-resonansi anion karboksilatnya, RCO2-

     Terjadi resonansi pada ion karboksilat, contoh: pada asam format, kedua ikatan karbon-oksigen punya panjang ikatan yang berbeda. Tetapi pada garam natrium format, kedua ikatan karbon-oksigen dari ion format identik dan panjangnya di antara ikatan ganda dua dan tunggal karbon-oksigen yang normal
Derivat hidrokarbon dengan sebuah atom karbon ujung yang punya ikatan rangkap dengan ke oksigen dan sebuah gugus hidroksil disebut asam karboksilat, yang diturunkan dari hidrokarbon alkana punya rumus molekul umum RCO2H, yang menyatakan bahwa terdapat gugus karboksil. Kelima anggota pertama deret homolog asam karboksilat adalah:

Rumus Mampat
Nama Lazim
HCO2H
CH3CO2H
CH3CH2CO2H
CH3(CH2)2CO2H
CH3CHCO2H
CH3
Asam metanoat (Asam formiat)
Asam etanoat (Asam asetat)
Asam propanoat (Asam propinat)
Asam butanoat (Asam butirat)
Asam metil propanoat (Asam isobutirat)

Sifat-sifat dari asam format
Fisika   : Cairan , tidak berwarna, merusak kulit, berbau tajam, larut dalam H2O dengan sempurna.
Kimia  : Asam paling kuat dari asam-asam karboksilat, punya gugus asam dan gugus aldehida.
Asam format dapat digunakan antara lain :
- untuk koagulasi lateks
- pada penyamakan kulit
- pada industri tekstil
- sebagai fungisida


Sumber :
Fessenden, Fessenden. 1986. Kimia Organik  jilid 2. Penerbit Erlangga. Jakarta.
Riawan, S. 1990. Kimia Organik edisi 1. Binarupa Aksara. Jakarta.
MORFIN

Gambar tanaman Morfin (Opium) secara umum:

     Morfin adalah alkaloid analgesik yang sangat kuat dan merupakan agen aktif utama yang ditemukan pada opium. Morfin bekerja langsung pada sistem saraf pusat untuk menghilangkan rasa sakit. Morfin (INN), (diucapkan / n morfi /), (MS T'rusk.MSIR, Avinza. Kadian. Oramorph. Roxanol, Kapanol) adalah potensial candu analgesik obat dan dianggap sebagaiprototipikal opoid.

     Bertentangan dengan namanya, opium bukan sebuah campuran kimiawi tunggal, namun merupakan gabungan beberapa campuran kimiawi, seperti sebuah salad yang terdiri dari beberapa campuran seperti gula, protein, cuka, air dan banyak alkaloida, dan beberapa bahan lainnya. masyarakat yang menumbuhkan opium untuk harga narkotika terutama tertarik akan alkaloidanya.


     Suatu alkaloida adalah suatu unsur bahan kimia kompleks organik, ditemukan di tumbuh-tumbuhan, yang memiliki karakteristik menggabungkan nitrogen dengan elemen lainnya, memiliki rasa yang pahit, dan secara khas memiliki beberapa racun, stimulan, memiliki efek penghilang rasa sakit. Memiliki banyak alkaloid berbeda, pada tumbuhan opium ditemukan 30 jenis. Dengan morfin (morphine), merupakan alkaloid paling penting pada opium - itu kualitas narkotik alaminya seperti halnya struktur kimiawi yang sama tersedia untuk heroin - alkaloid lainnya, codeine, adalah yang juga dicari untuk ciri-ciri medisnya. Alkaloid-alkaloid lain termasuk didalamnya, papaverine, narcotine, nicotine, atropine, cocain, dan mescaline. Konsentrasi dari morfin (morphine) di opium bervariasi tergantung dimana dan bagaimana tumbuhan tersebut ditanam, dengan tingkatan dari 3% hingga 20%.




      Bunga candu opium atau papaver somniverum, adalah hanya satu dari lebih 100 spesies tumbuhan bunga yang tumbuh di alam liar dan yang dibudidayakan diseluruh dunia. Papaver somniverum adalah satu dari banyak bunga yang berbeda, itu merupakan satu dari hanya dua spesies yang menghasilkan morfin (morphine) / bahan aktif didalam opium, dan satu-satunya secara aktif ditanam untuk memproduksi obat.

    
     Dalam dunia kedokteran morfin merupakan analgesik narkotik yang bisa digunakan dalam operasi dan biasanya digunakan para tentara dimedan perang yang terkena tembakan pistol ataupun terkena tusukan benda tajam yang dengan terpaksa dalam keadaan darurat digunakan untuk menahan rasa sakit yang sangat berat. Morfin merupakan agonis reseptor opioid, dengan efek utama mengikat dan mengaktivasi reseptor µ-opioid dan к-opioid pada sistem saraf pusat.

Struktur kimia  Morfin:





















Sifat morfin:


      yaitu khasiat analgesik morfin lebih efektif pada rasa nyeri yang terputus-putus (interminten) dan yang batasnya tidak tegas. Dalam dosis cukup tinggi, dapat menghilangkan kolik empedu dan uretur. Morfin menekan pusat pernafasan yang terletak pada batang otak sehingga menyebabkan pernafasan terhambat. Kematian pada kelebihan dosis morfin umumnya disebabkan oleh sifat menghambat pernafasan ini. Efek menekan pernafasan ini diperkuat oleh fenotiazin, MAO-I dan imipramin.

     Sifat morfin lainnya ialah dapat menimbulkan kejang abdominal, muka memerah, dan gatal terutama di sekitar hidung yang disebabkan terlepasnya histamin dalam sirkulasi darah, dan konstipasi, karena morfin dapat menghambat gerakan peristaltik. Melalui pengaruhnya pada hipotalamus, morfin meningkatkan produksi antidiuretik hormon (ADH) sehingga volume air seni berkurang. Morfin juga menghambat produksi ACTH dan hormon gonadotropin sehingga kadar 17 ketosteroid dan kadar 17-hidroksi kortikosteroid dalam urine dan plasma berkurang. Gangguan hormonal ini menyebabkan terganggunya siklus menstruasi dan impotensi.

  • Farmakodinamik

     Efek morfin terjadi pada susunan syaraf pusat dan organ yang mengandung otot polos. Efek morfinpada system syaraf pusat mempunyai dua sifat yaitu depresi dan stimulasi. Digolongkan depresi yaitu analgesia, sedasi, perubahan emosi, hipoventilasi alveolar. Stimulasi termasuk stimulasi parasimpatis,miosis, mual muntah, hiperaktif reflek spinal, konvulsi dan sekresi hormon anti diuretika (ADH). .(Latief dkk, 2001; Sarjono dkk, 1995; Wibowo S dan Gopur A., 1995; Omorgui, 1997).

  • Farmakokinetik

     Morfin tidak dapat menembus kulit utuh, tetapi dapat menembus kulit yang luka. Morfin juga dapatmenembus mukosa. Morfin dapat diabsorsi usus, tetapi efek analgesik setelah pemberian oral jauhlebih rendah daripada efek analgesik yang timbul setelah pemberian parenteral dengan dosis yangsama. Morfin dapat melewati sawar uri dan mempengaruhi janin. Ekskresi morfin terutama melaluiginjal. Sebagian kecil morfin bebas ditemukan dalam tinja dan keringat.


Dartar Pustaka

Welcome to My Blog

Popular Post

Blogger templates

Blog Archive

Diberdayakan oleh Blogger.

Cari Blog Ini

- Copyright © Slamat -Robotic Notes- Powered by Blogger - Designed by Johanes Djogan -